Full Day School, Sudah Tepat atau Belum?

Isu pendidikan yang sedang hangat saat ini adalah usulan dari Mendikbud yang baru diangkat 27 Juli lalu, yaitu mengenai full day school. Banyak sekali pro kontra mengenai isu ini. Meski lebih banyak kontranya.
Namun jika kita coba melihat lebih jauh lagi, sebenarnya usulan ini bukan tanpa alasan dan juga sebenarnya memiliki tujuan yang baik.
Kali ini Sukawu tidak akan memihak manapun, namun ingin memberikan gambaran lain tentang isu ini. Mari kita bahas bersama.
Latar Belakang
Mengutip perkataan dari Bpk. Muhadjir Effendy, “Dengan sistem full day school ini secara perlahan anak didik akan terbangun karakternya dan tidak menjadi liar di luar sekolah ketika orang tua mereka masih belum pulang dari kerja”.
Berdasarkan pernyataan di atas, tujuan diusulkan full day school ini adalah agar anak tidak menjadi liar ketika di luar sekolah, atau ketika orang tua mereka belum pulang kerja.
Tujuannya jelas, namun ada hal-hal lain lagi yang perlu diperhatikan yang banyak orang tidak sadari — yaitu full day school bukan berarti belajar seharian di sekolah.
Yang kebanyakan dari kita bayangkan dari kata full day school adalah belajar di dalam kelas sampai sore sambil membuka buku pelajaran atau menyimak guru menjelaskan hingga matahari terbenam.
Namun sebenarnya bukan itu konsep dari full day school yang dianggap Mendikbud.
“Usai belajar setengah hari, hendaknya para peserta didik (siswa) tidak langsung pulang ke rumah, tetapi dapat mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang menyenangkan dan membentuk karakter, kepribadian, serta mengembangkan potensi mereka,” kata Muhadjir.
Jadi konsepnya adalah para siswa belajar hingga setengah hari, lalu setengah harinya lagi mereka mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang menyenangkan di sekolah. Kegiatan dilakukan masih dalam lingkungan sekolah agar lebih mudah untuk diawasi dan mengurangi peluang anak untuk “salah gaul”.
Selain itu, pada prakteknya banyak orang tua yang lebih mempercayakan anaknya di lembaga kursus karena tidak sempat mengurusnya sendiri. Pada akhirnya banyak orang tua yang langsung memberikan anaknya berbagai macam kursus agar mereka memiliki kegiatan selain sekolah.
Jadi tanpa full day school pun sebenarnya banyak pelajar yang pulang sore dan bahkan malam karena mengikuti berbagai macam kursus. Itu tidak menjadi masalah jika si anak suka dengan kursus yang diikuti. Namun yang menjadi masalah adalah ketika si anak diberikan kursus yang sebenarnya bukan kemauanya, melainkan ambisi orang tuanya.
Ironisnya kebanyakan anak justru mengikuti kursus pelajaran formal seperti matematika, fisika, kimia dan mata pelajaran lainnya yang sebenarnya sudah mereka terima di sekolah. Banyak orang tua yang memaksa anaknya agar jago di bidang ilmu eksak, padahal mungkin saja bakat anak tersebut bukan di bidang eksak, namun seni atau olahraga. Karena, sesungguhnya nilai akademis bukan segalanya.
(Baca juga: Manfaat Kursus Musik)
Lalu bagaimana solusi untuk menganggapi isu ini?
Jika ulusan ini tidak jadi diberlakukan (karena banyaknya kritik), maka mungkin cara-cara ini dapat Anda terapkan pada anak Anda yang sedang menempuh bangku sekolah.
1. Pilih kursus yang sesuai dengan bakat dan minat anak
Seperti yang dijelaskan di atas, masih banyak orang tua yang memberikan kursus ke anak karena keinginan mereka, bukan keinginan anak. Jika anak tidak suka dengan suatu bidang namun tetap dipaksa untuk bisa, yang terjadi adalah ia semakin tidak suka dengan bidang tersebut dan bisa memberikan kenangan buruk.
(Baca juga: Tentukan Passion Anak Anda dengan 5 Tips Berikut Ini)
Tanya anak tentang apa yang dia suka dan perhatikan hal apa yang membuat mereka bersemangat. Anda dapat bertanya dengan konselor terpercaya dan berpengalaman agar dapat memberikan mereka kursus sesuai dengan bakat dan minat mereka.
Perhatikan juga tempat kursusnya, lakukan investigasi kecil-kecilan tentang tempat kursus tersebut. Tanyakan prestasi apa saja yang telah mereka peroleh, latar belakang tenaga pengajar serta metode belajar. Anda juga dapat mengikuti rekomendasi teman.
Jika masih mengalami kendala, coba cek Sukawu.com yang memiliki kerjasama dengan berbagai lembaga yang terpercaya dan berpengalaman di berbagai bidang.
Jika anak tidak menyukai suatu bidang, sebaiknya jangan memaksakan mereka. Waktu luang itu dapat Anda gunakan untuk quality time.
2. Kurangi waktu bekerja, perbanyak waktu bersama anak dan keluarga
Anak usia 12 tahun ke bawah masih benar-benar membutuhkan bimbingan orang tua. Padahal Anda sangat sibuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan finansial anaknya demi memenbuhi setiap permintaannya. Namun jangan lupa untuk menghabiskan momen berharga dengan anak.
Tentunya sangat ironis bila mereka lebih dekat dengan pengasuhnya daripada dengan orang tua sendiri.
Karena itu coba kurangi waktu bekerja Anda agar bisa meluangkan waktu untuk lebih dekat dengan anak. Uang tidak bisa membeli waktu maka pergunakanlah waktu sebaik-baiknya bersama keluarga Anda.
(Baca juga: Mengatasi Hambatan Menjadi Ibu Rumah Tangga dan Wanita Karir)
3. Terapkan “kebebasan yang bertanggung jawab” kepada anak
Banyak orang tua yang menerapkan budaya otoriter dengan melarang anaknya melakukan banyak hal dan hanya memperbolehkan hal-hal yang menurut orangtuanya benar. Tujuannya tentu saja agar si anak menjadi pribadi yang baik.
Namun sayangnya seringkali hal tersebut justru membuat anak terpaksa berbohong agar mereka dapat melakukan kehendaknya. Lama kelamaan kebiasaan berbohong menjadi kebiasaan yang akhirnya terbawa hingga dewasa.
(Baca juga: Anak Anda Suka Berbohong? Berikut Alasan dan Solusinya!)
Untuk menghindari terjadinya hal itu, sebaiknya beri kelonggaran kepada anak. Biarkan mereka memilih apa yang ia senangi dan mencoba banyak hal, namun harus disertai dengan tanggung jawab.
Beri tahu mereka juga pengetahuan tentang akibat dari perbuatan yang tidak baik seperti mencuri, menyontek, berbohong dan lainnya. Awasi pergaulan mereka, dan jangan melimpahkan semuanya kepada sekolah.
Peran orang tua sangat penting bagi pertumbuhan anak. Perilaku anak ketika dewasa tergantung dari bagaimana pola didikan orang tuanya ketika kecil. Bisa dikatakan kalau usulan full day school dari Mendikbud adalah bentuk kekhawatiran terhadap banyaknya orangtua yang “menelantarkan” anaknya.
Kami yakin Sobat Sukawu bukan tipe orang tua seperti itu. Jika Anda mempunyai kerabat yang suka “menelantarkan” anaknya, silahkan bagikan artikel ini. Semoga mereka dapat tersadarkan dan mulai memberi perhatian lebih kepada anaknya.
Jadi full day school sudah tepat atau belum? Bisa iya, bisa juga tidak. Itu semua tergantung dari sudut mana Anda melihat. Bagaimana menurut anda?
Salam!
Artikel menarik lainnya:
Hal-hal tentang Teknologi yang Bisa Anda Terapkan pada Anak Anda
15 Atlet Olimpiade Termuda yang Dapat Menginspirasi Anak Anda